Kemah Bakti Mahasiswa Indramayu ke-XXI


INDRAMAYU – K2 FM – Jum’at,18/7-2014, 22:38 WIB

                        Keberadaan Ikatan Keluarga Mahasiswa Indramayu (Ika Darma Ayu) telah berhasil mempersatukan mahasiswa asal Indramayu yang berkuliah di Bandung. Di luar kegiatan akademis, organisasi ini bertekad memajukan daerah sendiri melalui program kerja Kemah Bakti Mahasiswa (KBM) XXI.

                        Tempat kegiatan KBM kali ini di Desa Wanantara Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu dari tanggal 2 sampai 26 Agustus 2014, bertujuan agar terjalin komunikasi antara mahasiswa dan masyarakat guna meningkatkan SDM warga setempat.  Kehadiran mahasiswa di tengah warga juga menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan sosial di daerah tersebut.

                        Kemah bakti yang digelar selama sebulan di Desa Wanantara didasari survey, sehingga ditetapkan perlunya dilakukan kegiatan berupa pendidikan, keagamaan, kepemudaan, kepedulian lingkungan, kompetisi, kreativitas minat dan bakat serta bantuan-bantuan lain.

                        “KBM XI di Desa Wanantara diharapkan bisa memajukan daerah dan menjadi bagian dari dedikasi putra-putri Indramayu kepada bangsa dan Negara khususnya Indramayu,” ujar Ketua OC Agusdinna Taufiqurrahman Jalal.

                        Beberapa item yang akan dilaksanakan meliputi partisipasi pengajaran pada lembaga pendidikan formal/informal, membersihkan lingkungan, pembagian buku-buku bacaan bagi anak sekolah, kajian untuk menambah wawasan pemuda terhadap berbagai permasalahan, kompetisi sepak bola, tenis meja, catur, badminton, bola voli dan sepak takraw. Kompetisi juga mempertandingkan beberapa cabang perlombaan seperti cerdas cermat, lomba adzan, MTQ, dan fashion tingkat anak-anak.

                        Ika Darma Ayu Bandung berencana memberikan bantuan fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat pada minggu ke-empat pelaksanaan KBM XI.  Dan kegiatan ditutup dengan tabligh akbar di hari terakhir tanggal 25 Agustus 2014.

                        Kemah Bakti Mahasiswa Ika Darma Ayu Bandung tahun 2014, mengusung tema Ika Darma Ayu, Saking Indramayu Kangge Mbangun Indramayu Ingkang Sae”.  Persiapan yang tengah dilakukan saat ini adalah publikasi dan penggalangan dana sponsor sebagai pendukung kelancaran pelaksanaan KBM. (Jeffry) 
(Sumber: http://www.k2911fm.com/2014/07/ika-darma-ayu-bandung-adakan-kemah-bakti.html)
   

Mengupas Makna Panggilan Persaudaraan di Ika Darma Ayu

Oleh : Iin R Hadlor
            Mencermati perkembangan dinamika keorganisasian di tubuh Ika Darma Ayu Komisariat UIN SGD Bandung ahir-ahir ini, terus saya merasa risih dengan berkembangnya panggilan khas persaudaraan di organisasi kedaerahan ini, betapa tidak, sejak tahun 1994 saya masuk ke Ika Darma Ayu saya tidak pernah mendengar istilah panggilan terhadap anggota (baik senior maupun junior) dengan sebutan NANG atau NOK, yang ada adalah KANG atau YAYU. Namun anehnya ahir-ahir ini justru ketika orang yang merasa dirinya senior atau lebih tua memanggil saudaranya di Ika Darma Ayu yang lebih Junior atau lebih muda dengan sebutan Nang untuk laki-laki dan Nok untuk perempuan.
            Apakah hal disebabkan karena adanya pergeseran nilai, ataukah karena ketidak mengertian teman-teman Ika Darma Ayu dalam memaknai panggilan persaudaraan tersebut. Maka melalui tulisan sederhana ini saya hanya ingin berbagi tentang apa dan bagaimana sebenarnya makna panggilan tersebut.
            Mengawali kupasan sederhana ini, saya ingin sedikit berbagi cerita ketika saya keluar MI dan meneruskan belajar Ngeliwet di Pesantren Arjawinangun Cirebon selama tiga tahun dan lanjut ke Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon selama tiga tahun, ada tradisi yang berkembang di pesantren yakni panggilan khas kepada setiap santri dengan sebutan Kang. Panggilan itu bukan hanya hanya berlaku kepada santri junior yang harus memanggil kang kepada santri senior atau ustadz, tetapi justru panggilan Kang juga berlaku bagi ustad dan santri senior kepada santri junior dan bahkan sang kiyai yang sangat disegani dan dihormati di pesantren, ketika memanggil santrinya dengan panggilan Kang.
            Sungguh luar biasa, kok bisa ya, seorang ustadz dan kiyai saat memanggil santri yang umurnya masih muda dengan panggilan Kang dan kenapa tidak memanggil dengan panggilan nang atau cung (panggilan orang Cirebon kepada anak kecil). Awalnya saya juga merasa aneh dan sempat protes serta bertanya kepada sang kiyai, kenapa kok saya dipanggil kang dan tidak dipanggil nang atau cung. Dengan penuh bijaksana dan sambil tersenyum sang kiyai menjelaskan, panggilan nang atau cung hanya untuk orang yang sombong dan menganggap dirinya lebih baik dan lebih dari segalanya dari orang lain.
            Orang yang dipanggil Nang pasti akan merasa dia lebih kecil dan lebih rendah dari orang yang memanggilnya. Sebaliknya orang yang memanggilnya pasti dia merasa lebih besar dan  lebih tua, mendingan kalau cuma merasa sebatas itu, karena biasanya dari situ akan muncul dalam dirinya dia lebih senior, lebih hebat, lebih pintar dan lebih, lebih lainnya dibanding orang yang dipanggilnya.
            Panggilan nang atau cung hanya pantas untuk orang tua pada anaknya, kakak pada adiknya dan orang yang lebih tinggi dalam silsilah nasabnya, karena disitu sudah terjalin dan terjamin ikatan darah, ikatan batin dan ikatan kasih sayang melalui rahim ibunya. Sedangkan jika orang lain menggunakan panggilan Nang maka belum bisa dijamin apakah benar-benar dia menghormati dan menyayangi, karena disitu ditakutkan ada tendensi lain semisal perasaan merendahkan, mengecilkan atau bahkan menganggap lebih buruk. “makanya tradisi pesantren mengajarkan memanggil kang bukan nang semata-mata untuk menjaga hal-hal tersebut, intinya kita lebih aman menggunakan panggilan kang kepada orang lain, karena kita lebih mengutamakan perasaan orang lain disbanding diri kita sendiri,” jelas sang kiyai dengan panjang lebar.  
Kebih lanjut kiyai menegaskan, ajaran Islam itu sangat luar biasa diantaranya adalah ajaran tentang egaliter, yakni ajaran kesejajaran dan kesamaan kedudukan seorang manusia di hadapan Allah. Islam tidak mengenal umur dalam memandang posisi manusia dan justru Islam mengajarkan agar kita saling menghormati dan mengasihi sesama manusia tanpa memandang status dan umurnya.
            Dengan panggilan kang, menurut sang kiyai, maka orang yang dipanggil akan merasa dihormati, dihargai dan disayangi oleh orang yang  memanggilnya, meskipun yang memanggil itu adalah  yang lebih tua, ustadz atau bahkan kiyai. Sehingga dari situ akan muncul rasa dan kesadaran dalam dirinya bahwa seorang kiyai saja bisa menghormati dan menghargai dirinya maka diapun secara otomatis pasti akan menghormati dan mencintai kiyainya tanpa pernah sang kiyai itu meminta penghormatan dari santri. Maka tidak heran bila kiyai pesantren pasti akan sangat dihormati, dihargai dan disayangi oleh santri sepanjang hayat sang santri tersebut, bahkan ketika sudah keluar dari pesantren itu, pasti sepanjang hidupnya sang santri akan terus mengagungkan kiyainya, sowan secara berkala kepada kiyainya dan bahkan sampai sang kiyai meninggal duniapun akan terus diziarahi makamnya. Dari situ sebenarnya tanpa sadar sang santri telah dididik dan dilatih oleh sang kiyainya untuk bersikap dan bertingkah laku dalam menjalani kehidupan sehari-hari, untuk saling menghormati dan menyayangi sesama manusia serta menjunjung tinggi norma dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Panggilan kang juga menurut sang kiyai, bermakna bahwa orang yang dipanggil itu memiliki kelebihan dibanding dengan yang memanggil. Terus saya tanya. “kok bisa, masa saya memiliki kelebihan dibanding kiyai,”  beliau jawab sambil tersenyum, paling tidak kelebihan itu adalah kamu lebih sedikit dosanya dibanding saya, karena umurmu baru 15 tahun jadi dosamu masih sangat sedkit dibanding saya yang sudah 60 tahun. Saya tidak puas mendengar jawaban itu, maka beliaupun melanjutkan, Islam mengajarkan agar umatnya tidak merasa paling suci, paling bersih, paling hebat, paling pintar, paling kaya, paling berkuasa, paling terhormat dan paling-paling lainnya dibandingkan dengan orang lain. Jadi kata kiyai. “kalau mau dirimu ingin jadi orang  besar dan hebat, jangan pernah merasa paling besar dan paling hebat dari orang lain, tapi merasalah paling kecil dan paling hina dibanding orang itu, dari situ dirimu akan bisa menghargai orang lain, belajar dari orang lain dan mengambil banyak manfaat dengan orang tersebut,” tegas sang kiyai. Subhanallah…………tanpa teras air mata ini meleleh di pipiku. Seorang kiyai yang agung dan dihormati oleh jutaan umat, ternyata memang memiliki sifat yang sangat agung, pribadi yang luhur dan memiliki sifat tawad’u yang sangat tinggi, jangankan dengan orang lebih hebat dari kiyai itu, dengan diriku yang hina inipun beliau menganggap ada kelebihan dibanding dengan dirinya.  Sejak detik itu aku bertekad dalam diriku untuk terus belajar memperbaiki diri agar mampu bersikap agung dan pribadi luhur seperti itu.
Melihatku meneteskan air mata, beliau mengelus  punggungku dengan penuh kasih sayang. Sambil beliau berucap, “Anakkku, jangan pernah kau anggap orang hina lebih hina dari dirimu, karena bisa jadi dia lebih mulya dari dirimu, mulyakanlah orang lain niscaya kau akan mendapatkan kemulyaan dalam hidupmu,” ucapnya sambil berlalu meninggalkanku yang terus terpekur seorang diri.
Dari cerita tersebut di atas, tentu teman-teman sudah bisa mengambil kesimpulan sendiri, bahwa memang di Ika Darma Ayu dikembangkan panggilan Kang, tentu semata-mata karena memang Ika Darma Ayu ingin memberikan pelajaran kepada anggotanya untuk saling menghormati, mengasihi dan menyayangi. Selain itu juga kita ingin agar kader-kader Ika Darma Ayu menghindarkan diri dari sikap sombong, merasa lebih hebat, lebih senior dan lebih segalanya dari orang lain.
Melalui tulisan ini saya sangat berharap agar teman-teman semua di Ika Darma Ayu menghentikan panggilan Nang atau Nok pada adik-adik kita yang lebih muda, biasakanlah menggunakan panggilan Kang atau Yayu. Kalau hal itu tidak bisa alangkah lebih baik jika memanggil dengan namanya saja karena tentu tidak ada panggilan terindah bagi orang lain selain dipanggil namanya. Daripada kita menyakiti dan merendahkan orang lain dengan panggilan Nang atau Nok toh akan lebih aman dan terkesan lebih akrab bila memanggil dengan sebutan namanya.
Dengan kita memanggil kang atau yayu pada anggota Ika Darma Ayu, dalam pergaulan sehari-hari atau paling tidak dalam acara-acara formal maupun non formal  Ika Darma Ayu, maka kita ingin mengajarkan pelajaran hidup yang sangat berharga kepada sesama anggota Ika Darma Ayu, seperti yang telah diuraikan di atas, bukan menebar kesombongan dan kecongkakan serta menempatkan orang lain dalam petak-petak dan garis pemisah antara senior dan junior, antara pengurus dan anggota, antara alumni dan pengurus dan antar siapapun yang merasa dirinya masih mengalirkan nama  Ika Darma Ayu dalam aliran darahnya.  SEMOGA………………..!!!
Wallahu A’lam Bis Shawab.
Indramayu, 10 Januari 2014
Kudedikasikan untuk Ika Darma Ayu  


Sejarah Indramayu

SELAYANG PANDANG
SEJARAH INDRAMAYU

     Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 M yang telah disahka pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 (tujuh) Oktober 1527 M hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H.Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat.

Proses Sejarah Indramayu
      Menurut Babad Dermayu penghuni partama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.
       Suatu saat Raden Wiralodra tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung sumbing, setelah melampau masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah Sungai Cimanuk. Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana”.
      Dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana berangkatlah mereka ke arah barat untuk mencari sungai Cimanuk. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai, Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka, namun orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan cimanuk karna cimanuk telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah barkata demikian orang tarsebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 1474 - 1513.
    Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk , tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah sungai Cimanuk yang tuan cari.”.
     Saat mereka melanjutkan perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengelurkan Cakranya kearah Larawana, gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralidra tertidur dan bermimpi bertemu Ki Sidum , dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang kelak akan menjadi tempat bermukim.
    Setelah ada kepastian lewat mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka menetap di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. Pedukuhan Cimanuk makin hari makin banyak penghuninya. diantaranya seorang wanita cantik paripurna bernama Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan “Makam Selawe”.
    Untuk menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra maka dia meloncat terjun ke dalam Sungai Cimanuk dan mengakui kekalahannya. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan, “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini”.
    Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan “DARMA AYU” yang di kemudian hari menjadi “INDRAMAYU”.
Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1 sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527 M.

Catatan proses Indramayu lainnya
     Cerita pedukuhan Darma Ayu adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara lain:
  • Berita yang bersumber pada Babad Cirebon bahwa seorang saudagar China beragama islam bernama Ki Dampu Awang datang ke Cirebon pada tahun 1415. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini dapat disimpulkan bahwa Desa Junti sudah ada sejak tahun 1415 M .
  • Catatan dalam buku Purwaka Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan,dimana pada tahun 1417 M Sunan Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan .
  • Di tengah kota Indramayu ada sebuah desa yang bernama Lemah Abang, nama itu ada kaitannya dengan nama salah seorang Wali Songo Syeikh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syeikh Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya (1450 - 1406) Syeikh Lemah Abang pernah tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk mengajarkan agama islam.
    Setelah bangsa Portugis pada tahun 1511 menguasai Malaka antara 1513-1515 pemerintah Portugis mengirimkan Tom Pires ke Jawa . Dalam catatan harian Tom Pires terdapat data- data bahwa :
> Tahun 1513-1515 pedukuhan Cimanuk sudah ada bahkan sudah mempunyai pelabuhan
> Pedukuhan Cimanuk ada dalam wilayah kerajaan sunda (Pajajaran) .
Melihat bukti-bukti atau sumber di atas diperkirakan pada akhir abad XVI M daerah Indramayu sekarang atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia.
*Sumber: Buku Sejarah Indramayu (cetakan ke 2) terbitan pemerintah Kabupaten DT II Indramayu

PRASASTI ARIA WIRALODRA

Nanging Benjing Allah Nyukani
Kerahmatan Kang Linuwih
Darma Ayu Mulih Harja
Tan Ana Sawiji - wiji
Pertelane
Yen Wonten Taksana Nyabrang Kali Cimanuk
Sumur Kejayaan Deres Mili
Dlupak Murub Tanpa Patra
Sadaya Pan Mukti Malih
Somahan Lawan Prajurit
Rowang Lawan Priagung
Samya Tentram Atine
Sadaya Harta Tumuli
Ing Sekehing Negara Pada Raharja

Artinya :
Akan tetapi Allah melimpahkan
RAhmatNya yang berlimpah
Darma Ayu kembali makmur tiada ada suatu hambatan
Tanda
Jika ada ular menyebrangi sungai cimanuk
Sumur kejayaan mengalir deras
Lampu menyala tanpa minyak
Semua hidup makmur
Bekerja sama dengan tentara
Membantu penguasa
Semua hidup aman dan tentram
Gemah ripah loh jinawi
Seluruh negara hidup makmur


BUPATI INDRAMAYU DARI MASA KE MASA

1. Raden Singalodra ------> (WIRALODRA I)
2. Raden Wirapati ------> (WIRALODRA II)
3. Raden Sawedi ------> (WIRALODRA III)
4. Raden Banggala ------> (WIRALODRA IV)
5. Raden Banggali ------> (WIRALODRA V)
6. Raden Samaun ------> (WIRALODRA VI)
7. Raden Krestal
8. Raden Warngali
9. Raden Wiradibrata I
10. Raden T. Suraneggala
11. Raden Dilari (Purbadi Negara I)   ------>  1900
12. Raden Rolat (Purbadi Negara II) ------> 1900 - 1917
13. Raden Sosrowardjoyo ------> 1917 - 1932
14. Raden AA. Moch. Soediono ------> 1933 - 1944
15. Dr. Raden Murdjani ------> 1944 - 1946
16. Raden Wiraatmaja ------> 1946 - 1947
17. M. I. Syafiuddin ------> 1947 - 1948
18. Raden Wachyu ------> 1949 - 1950
19. Tikol Al moch. Ichlas ------> 1950 - 1951
20. Tb. Moch. Cholil ------> 1951
21. Raden Djoko Said Prawirawidjoyo ------> 1952 - 1956
22. Raden Hasan Surya satjakusumah ------> 1956 - 1958
23. Raden Firman Ranuwidjoyo ------> 1958 - PJ
24. Entol Djunaedi Satiawiharja ------> 1958 - 1960
25. H. A. Dasuki ------> 1960 - 1965
26. M. Dirlam Sastro Mihardjo ------> 1965 - 1973
27. Raden Hadian Suria Adiningrat  ------> 1974 - 1975
28. H. A. Djahari, SH ------> 1975 - 1985
29. H. Adang Suryana ------> 1985 - 1990
30. H. Ope Mustofa ------> 1990 - 2000
31. H. Irianto MS Syafiuddin ------> 2000 - 2010
32. Hj. Anna Sopanah ------> 2010 - 2015